Menulis..
Menjadi sebuah kegiatan yang sebelumnya tidak terfikir akan menyeret saya sejauh ini, bertemu banyak orang dengan frekuensi yang sama. Semangat menulis kembali muncul ketika saya mulai belajar di Kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional. Hingga kemudian, jalan ini membawa saya masuk ke dalam sebuah grup inspirastif, One Day One Post (ODOP). ODOP lagi-lagi membakar semangat saya untuk semakin rajin menulis.
Jumat pekan lalu (3 Agustus 2018), saya dipertemukan dengan Mba Sundari Eko Wati (Ai), seorang Ibu Rumah Tangga yang istimewa. Whatsapp Group ODOP mengadakan Kuliah Whatsapp “Suka Duka Menulis Buku Antologi” dengan Mba Ai sebagai narasumbernya. Yang menarik dari kisah Mba Ai adalah keberhasilannya menulis 7 projek Buku Antologi bertemakan cerita anak dan Motherhood dalam waktu 1,5 tahun! Gimana? Mulai ngebakar rasa semangat temen-temen untuk nulis juga gak?
Mba Ai bercerita mengenai perjalanan yang dilaluinya selama proses penulisan, penyusunan hingga penerbitan buku-bukunya. Cerita dan celoteh Mba Ai ini kemudian saya rangkum di sini dengan tujuan agar ketika semangat menulis ini meredup, tulisan ini bisa membakar semangat itu kembali. Insya Allah..
Menulis Cerita Anak
Salah satu poin yang menarik adalah ketika beliau menceritakan proses kreatif pembuatan buku cerita anak. Imaginasi menjadi main ingredients dalam pembuatan buku cerita anak yang diterbitkannya. Inspirasinya datang tidak hanya dari apa yang terjadi di sekitarnya, tetapi juga didapat dari film-film kartun. Kisah yang dialami anak Mba Ai-pun tak luput menjadi inspirasi kisah anak-anak yang dia tulis.
Seru ya bisa membuat sebuah cerita yang terinspirasi dari pengalaman nyata sang anak. Suatu saat nanti kita bisa menyampaikan kepada anak, “Kisah ini terinspirasi dari pengalaman kamu loh!”. Lalu melihat binar matanya yang bersemangat dan si kecilpun bernostalgia dengan kisah yang kita tulis.
Keunikan Buku Antologi

7 Antologi dalam waktu kurang dari 2 tahun. Wow! Sangat produktif ya. Walaupun menulis Antologi dirasa lebih “ringan” dibandingkan buku solo, saya yakin menulis seperti ini diperlukan keuletan, semangat dan konsistensi. Mengutip kata-kata Mba Ai, “Apa yang bikin buku antologi rich and unique justru karena gaya penyampaian cerita dari tiap penulis yang beragam. Ini membuat cerita dalam satu buku berwarna.”
Berwarna…
Lalu muncul pertanyaan selanjutnya. Bagaimana agar warna tersebut tidak terlihat monoton atau bahkan tidak overpower. Diperlukan kejelian serta kerjasama penulis dan editor agar bisa membuat sebuah buku antologi menjadi lebih idup. Tidak membuat pembacanya bosan dengan cerita yang itu-itu aja.
Penerbit Indie VS Penerbit Mayor
Saya baru tau ternyata ada 2 jenis penerbit yang bisa menjadi kendaraan kita untuk menebar manfaat via buku. Jujur, istilah penerbit Indie terkesan asing di telinga saya dan penjelasan dari Mba Ai cukup membuka mata. Bahwa penerbit indie juga memiliki kapabilitas yang mumpuni sebagai jembatan kita untuk menerbitkan buku.
Karya yang diterbitkan oleh penerbit indie tergolong lebih cepat untuk diterbitkan, hanya dicetak sesuai pesanan dan keuntungan pure dari hasil penjualan melalui penulis. Sayangnya, jika kita ingin menerbitkan buku dengan ilustrasi yang berwarna-warni akan sedikit sulit.
Melalui penerbit mayor, kita tidak akan bekerja sendiri. Ada Tim Marketing yang membantu proses pemasaran hingga dibuatkan iklan khusus untuk buku kita. Kita juga bisa mendapatkan royalti dari kerja sama ini. Bukupun bisa lebih berwarna sehingga tampilannya akan lebih menarik.
Menulis untuk apa?
“Seperti yang saya bilang, untuk sekarang saya targetnya bukan uang atau bagaimana bukunya lebih laris dipasaran. Tapi saya sudah melakukan sesuatu, saya punya karya dan punya jejak-jejak karya yang bisa saya bacakan untuk anak saya”, begitu kata Mba Ai. Hal ini kemudian menjadi salah satu debat hangat antara saya dengan Encik Suami. Ingin sekali diberikan kesempatan untuk bisa meninggalkan jejak-jejak karya yang bisa dinikmati si Kicik. Agar kelak, si Kicik tau bahwa salah satu tujuan utama saya menuangkan isi hati saya melalui tulisan adalah karena dia.
Terima kasih sudah memberikan inspirasi untuk saya. Memberikan semangat agar saya bisa mewujudkan keinginan ini.
Bermimpi – Beresolusi – Berkomunitas. Well noted, Mba Ai.
Profil Mba Ai
Love,
Bubunnya Aqeela
alhamdulillah,,, menginspirasi
memang tantangan nya di konsisten , nah itu yang masih jadi peer saya, suka mentok di waktu, hihihi
Wah MasyaAllah keren ya, 7 antologi kurang dari 2 tahun. Eh tapi siapa tau suatu saat nanti mb Dian bisa mengikuti jejaknya, aamiin..